Pages

Wednesday, August 24, 2011

Rumah yang Kehilangan Nyawanya


Lantai-lantai bening itu merintih kesepian
merindukan sentuhan dahi dan jemari dalam khusyuk keikhlasan
merindukan derap kaki bergegas memenuhi panggilan adzan
merindukan desah nafas hamba mengagungkan Tuhan

Ia lantai pualam, tapi kesepian
Ia sepatutnya berbangga ketika menjadi bagian dari rumah Tuhan
tapi ia kesepian.

ia terlalu akrab dengan suara batuk muadzin renta
yang mulai menghitung nafasnya satu dua
yang masih memeluk masjid dengan setia
walau di tiap rakaatnya jamaah hanya dua atau tiga

ia kini dilapisi karpet mewah
tapi sungguh yang ia ingini hanya ramainya jamaah

ia kini ditemani tembok kokoh dengan ukiran kaligrafi berseni tinggi
tapi sungguh yang ia rindui anak-anak riang mengaji

ia kini bermahkota kubah raksasa
tapi sungguh yang ia pinta dzikir seorang hamba



ia berjaga sepanjang masa
tapi seolah hanya ada ketika ramadhan tiba

lantai-lantai itu merintih kesepian, kawan
tidakkah kau mendengarnya?

atau kau pura-pura tuli?
atau kau tak lagi peduli?
atau hatimu kini telah mati?

kau mungkin kini lebih akrab dengan lantai dansa
atau terlena dalam sibuknya bisnis di lantai dua puluh dua
kau mungkin lebih cinta pada karaoke atau diskotik
atau terkapar dalam kamar sempit penuh narkotik

ah, dunia...
betapa jauh ia membawamu serta
bukankah jurusan kita adalah surga?
lalu mengapa kau berhenti dan mendirikan tenda?

lantai-lantai itu kesepian kawan...
memanggilmu dalam setiap seruan adzan
mengharapmu ingat untuk apa kau diciptakan
mendoamu kembali pada kebenaran
selagi nafas masih luas disediakan
selagi tubuhmu masih patuh kau ajak berjalan

betapa ingin ia menjadi saksi
menyambut kita di akhirat nanti
betapa inginnya ia berkata:
ya Allah, inilah hamba-Mu yang setia menempelkan dahinya di badanku,
berdiri di atas dingin tubuhku, berlelah-lelah untuk mendatangiku
maka jauhkanlah ia dari murka-Mu
Biarkan kini ia menikmati sujudnya di rumput surgaMu
berenang bebas di sungai susu dan madu

Sungguh, lantai itu menanti kita ...
karena kelak ia akan bicara...
saat bahkan sepatah kata
tak lagi bisa kita cipta

No comments:

Post a Comment

Terimakasih telah sudi membaca artikel ini. Penulis memohon kesediaan sobat untuk mengisi kotak komentar. Untuk menggunakan Emoticon, tulis teks yang ada di samping gambarnya.