Malam ini kembali ku terhenyak menghadapi kenyataan yang ada. Sungguh tak bisa kutahan air mata ini,,,membasahi pipiku dengan derasnya. Ya Rabb...kenapa Engkau panggil Ia begitu cepat? seorang yang sangat kuhormati dan kusayangi Kau ambil begitu saja, tak memberikanku kesempatan untuk meminta maaf dan yang paling kusesali tak sempat kubisa membahagiakannya.
Kenangan itu masih tertata dengan jelas di kotak ingatanku ini. Sosok seorang Ibu yang sangat baik, ramah, perhatian dan yang terpenting Beliau lah yang paling dekat diantara saudara-saudaraku yang lain. Ya...beliau adalah Ua yang paling dekat denganku. Beliau sudah seperti ibu kedua bagiku. Karena aku tahu, kutahu dengan jelas bagaimana sayangnya beliau padaku.
Malam ini adalah malam ketiga setelah kepergiannya, Ada air mata yang tertahan ketika mendengar perkataan saudara-saudaraku. tak sanggup aku mendengar perkataan Anak Ua ku. Dengan tergesa-gesa ku langsung pamitan untuk pulang ke rumah. Kenapa? si Teteh berkata "teh, terang teu...ti sabulan sateuacanna mimi maot teh, naroskeun terus teteh, iraha ceunah teteh teh uih? naha teu hoyong ngalongok Ua na tah?" Ya Rabb....tak sanggup sungguh aku tak sanggup mendengarnya, hatiku benar-benar sedih sekali mendengarnya. Sampai akhir hayatnya pun aku tak sempat bertemu. Sungguh aku merasa sangat bersalah dan berdosa sekali. Penyesalanku ini entah sampai kapan akan menghinggapi jiwaku ini.
Sendiri ku telan air mata lara, penyesalan ini sungguh menghujam dalam batinku. kenapa aku tak pulang ke kampung halamanku ini sedari dulu? kenapa aku begitu egois dan hanya memikirkan diriku sendiri? Rintihku mengalun tak bersuara, tak mampu kuungkapkan lara ini bahkan kepada ibu yang telah melahirkanku pun aku tak mampu. Dan hanya bisa kupendam sendiri sakit ini. Mungkin jiwa ini terlalu merintih kehilangan Ua tercinta tapi saat ini biarkan lara ini menyelimuti dan menemaniku dalam heningnya.