Pembagian Korea menjadi Korea Utara dan Korea Selatan bermula sejak
kemenangan Blok Sekutu di dalam Perang Dunia II, mengakhiri 35 tahun
Penjajahan Jepang atas Korea. Di dalam sebuah proposal yang ditolak oleh
hampir seluruh bangsa Korea, Amerika Serikat dan Uni Soviet setuju
untuk sementara menduduki negara Korea sebagai wilayah perwalian dengan
zona pengawasan yang didemarkasi pada sepanjang 38 derajat lintang
utara. Tujuan perwalian ini adalah untuk mendirikan pemerintah sementara
Korea yang akan menjadi bebas dan merdeka pada waktunya. Meskipun
pemilihan umum dijadualkan, dua adidaya mendukung dari belakang para
pemimpin yang berseberangan dan dua negara itu secara efektif telah
didirikan, masing-masing mengakui kedaulatan atas seluruh Semenanjung
Korea.
Semenanjung Korea, kali pertama dibagi menurut 38 derajat lintang utara, yang kemudian menjadi sepanjang garis demarkasi
Perang Korea (1950-1953) meninggalkan dua Korea yang dipisahkan oleh
Zona Demiliterisasi Korea, yang secara teknis masih menyisakan perang
melalui Perang Dingin hingga kini. Korea Utara adalah negara komunis,
seringkali digambarkan sebagai Stalinis dan tertutup. Ekonominya pada
awalnya menikmati pertumbuhan yang substansial namun runtuh pada tahun
1990-an, tidak seperti tetangga Komunisnya Republik Rakyat Cina. Korea
Selatan tumbuh, setelah beberapa dasawarsa di bawah penguasa otoriter,
menjadi demokrasi liberal capitalis, salah satu ekonomi terbesar di
dunia.
Sejak 1990-an, dengan pemerintahan Korea Selatan yang liberal progresif,
juga mangkatnya pendiri Korea Utara Kim Il-sung, dua pihak mangambil
jalan, langkah-langkah simbolik menuju Reunifikasi Korea yang mungkin
LATAR BELAKANG :
Penjajahan Jepang atas Korea (1910-1945)
Korea pernah menjadi sebagian wilayah Kekaisaran Jepang mulai tahun 1910
hingga tahun 1945. Keterlibatan Jepang bermula dengan Perjanjian
Ganghwa tahun 1876 ketika Dinasti Joseon Korea dan meningkatnya
serentetan pembunuhan Ratu Myeongseong di tangan agen-agen Jepang pada
tahun 1895, lalu berpuncak dengan Perjanjian Eulsa tahun 1905 dan
Perjanjian Aneksasi tahun 1910, yang kedua-duanya akhirnya dinyatakan
"batal dan tidak sah" oleh kedua belah pihak (Jepang dan Korea Selatan)
pada tahun 1965. Sepanjang tempo ini, meskipun Jepang membangun jaringan
jalan raya dan komunikasi modern, kehidupan rakyat biasa Korea amat
keras.
Penjajahan Jepang terhadap Korea berakhir dengan penyerahan Jepang
kepada Blok Sekutu pada tahun 1945 pada akhir Perang Dunia II.
Semenanjung Korea kemudian dibagi atas Korea Utara dan Selatan. Zaman
pendudukan ini meninggalkan pertentangan yang terus-menerus antara
Jepang dan kedua pihak Korea.
Di Korea, zaman ini disebut Zaman Pendudukan Jepang (일제 강점기; Ilje
gangjeomgi) atau Zaman Kekaisaran Jepang (일제시대, Ilje sidae),
kadang-kadang juga Wae jeong (Hangul: 왜정, Hanja: 倭政), atau "administrasi
Jepang". Di Jepang, zaman ini dipanggil Korea di bawah pemerintahan
Jepang (日本統治時代の朝鮮).
Akhir Perang Dunia II (1939-1945)
Pada November 1943, Franklin Roosevelt, Winston Churchill, dan Chiang
Kai-shek bertemu di Konferensi Kairo untuk membahas apa yang harus
terjadi pada koloni Jepang, dan setuju bahwa Jepang harus kehilangan
semua wilayah taklukkannya karena dikhawatirkannya bahaya kebangkitan
Jepang. Dalam pernyataan setelah konferensi ini, Korea disebutkan untuk
pertama kalinya. Tiga kekuatan menyatakan bahwa "kesadaran akan
perbudakan rakyat Korea ditentukan bahwa pada saatnya Korea akan menjadi
bebas dan merdeka" (Konferensi Kairo). Bagi nasionalis Korea yang
menginginkan kemerdekaan langsung, frasa "pada waktunya" adalah alasan
kecemasan. Roosevelt mungkin telah mengusulkan kepada Stalin bahwa 3
atau 4 tahun berlalu sebelum Korea merdeka sepenuhnya; Stalin keberatan,
dengan mengatakan bahwa periode waktu yang lebih singkatlah yang
diinginkan. Pada kasus manapun, perbincangan Korea di antara Blok Sekutu
tidak akan dilanjutkan hingga kemenangan atas Jepang semakin dekat.
Dengan berakhirnya perang yang tampak pada bulan Agustus 1945, masih
belum ada mufakat mengenai nasib Korea di antara pemimpin Sekutu. Banyak
orang Korea di Semenanjung Korea telah membuat rencana mereka sendiri
untuk masa depan Korea, dan beberapa dari rencana ini termasuk
pendudukan kembali Korea oleh kekuatan asing. Menyusul pengeboman atom
di Hiroshima pada 6 Agustus 1945, tentara Uni Soviet menyerbu Manchuria,
sesuai kesepakatan Joseph Stalin dengan Harry Truman selama konferensi
Potsdam.[3] Namun, para pemimpin Amerika khawatir bahwa seluruh
semenanjung mungkin akan diduduki oleh Uni Soviet, dan ketakutan ini
mungkin juga mengarah pada pendudukan Soviet atas Jepang. Peristiwa
berikutnya menunjukkan rasa takut ini menjadi tidak berdasar. Pasukan
Soviet tiba di Korea sebelum tibanya pasukan Amerika, tetapi mereka
hanya menduduki bagian utara semenanjung, menghentikan perjalanan mereka
di 38 derajat Lintang Utara, sesuai dengan kesepakatan mereka dengan
Amerika Serikat. Pada tanggal 10 Agustus 1945 dua perwira muda - Dean
Rusk dan Charles Bonesteel - ditugaskan untuk menciptakan zona
pendudukan Amerika. Bekerja pada pemberitahuan yang sangat pendek dan
sama sekali tidak punya persiapan yang cukup untuk tugas itu, mereka
menggunakan peta National Geographic untuk menentukan 38 derajat LU;
mereka memilihnya karena garis itu membagi Korea kira-kira di
tengah-tengah tetapi akan menjadikan ibukota Seoul di bawah kendali
Amerika. Tidak ada ahli tentang Korea yang diminta konsultasi dan kedua
orang tidak menyadari bahwa empat puluh tahun sebelumnya, Jepang dan
Rusia telah membahas pembagian Korea pada sepanjang garis lintang yang
sama; Rusk kemudian mengatakan bahwa dia tahu, dia "hampir pasti" akan
memilih garis yang berbeda. Bagaimanapun, keputusan itu dituliskan
secara tergesa-gesa ke dalam Orde Umum Nomor 1 untuk pengurusan Jepang
pascaperang.
Jenderal Nobuyuki Abe, Gubernur-Jenderal Jepang di Korea yang terakhir,
telah berhubungan dengan sejumlah orang Korea yang berpengaruh sejak
awal Agustus 1945 untuk mempersiapkan peralihan kekuasaan. Pada 15
Agustus 1945, Lyuh Woon-Hyung, politisi sayap kiri yang moderat, setuju
untuk mengambil alih. Dia bertugas mempersiapkan pembentukan sebuah
negara baru dan bekerja keras untuk membangun struktur pemerintahan.
Pada 6 September 1945, wakil-wakil kongres bersidang di Seoul.
Penyusunan dasar negara Korea modern berlangsung hanya tiga minggu
setelah Jepang menyerah. Pemerintah didominasi oleh sayap kiri, yang
sebagiannya disebabkan oleh banyak pejuang antipenjajahan yang setuju
dengan banyak pandangan komunisme mengenai imperialisme dan
kolonialisme.
SETELAH PERANG DUNIA II
DI SELATAN
Pada 7 September 1945, Jenderal MacArthur mengumumkan bahwa Letnan
Jenderal John R. Hodge mengelola urusan Korea, dan Hodge mendarat di
Incheon baserta pasukannya keesokan harinya. "Pemerintah Sementara
Republik Korea" mengirimkan delegasi beserta tiga orang penerjemah,
namun dia menolak untuk menemui mereka.
Dengan fokus mereka lebih dominan terhadap Jepang, penguasa militer
Amerika menjadi kurang perhatian terhadap Korea dan tentara pada umumnya
tidak ingin ditugaskan di sana. Sementara Jepang diletakkan di bawah
pemerintahan sipil, Korea ditempatkan di bawah pemerintahan langsung
satuan militer. Sedikit perubahan di dalam administrasi negara itu;
petugas yang melakukan pelayanan di bawah otoritas Jepang tetap berada
di posisi mereka masing-masing. Gubernur Jepang tidak diberhentikan
sampai pertengahan September dan banyak petugas Jepang berada di kantor
sampai 1946. Keputusan tersebut membuat marah sebagian besar warga
Korea, karena Jepang selama ini telah membantu mengeksploitasi Korea.
Kemarahan ini semakin menjadi-jadi tatkala militer Amerika memilih untuk
memberikan banyak posisi pemerintahan bagi orang Korea yang dianggap
telah mengkhianati negara mereka sendiri dengan bekerja sama dengan
penguasa Jepang.
Penguasa pendudukan Amerika Serikat di Korea bagian selatan melihat
banyak upaya pemerintah pribumi sebagai pemberontakan komunis dan
menolak untuk mengakui "Pemerintahan Sementara". Namun, seorang
anti-komunis bernama Syngman Rhee, yang pindah kembali ke Korea setelah
puluhan tahun di pengasingan di Amerika Serikat, dianggap sebagai calon
yang dapat diterima untuk memimpin negeri ini sementara waktu karena ia
dianggap ramah kepada Amerika Serikat.
Di bawah Rhee, pemerintah sementara Korea Selatan melakukan sejumlah
kampanye militer melawan pemberontak sayap kiri yang mengangkat senjata
melawan pemerintah dan menganiaya lawan-lawan politik lainnya. Selama
beberapa tahun berikutnya, antara 30.000 dan 100.000 orang kehilangan
nyawa mereka selama perang melawan pemberontak sayap kiri. Pada Agustus
1948, Syngman Rhee menjadi presiden pertama Korea Selatan, dan pasukan
Amerika Serikat meninggalkan semenanjung.
Source : indowebster.web.id
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete